TANAMAN ALPUKAT / AVOKAD - AVOCADO

( Persea americana Mill / Persea gratissima Gaerth )

pohon alpukat, pohon alpukat mentega, nama daerah alpukat, bagian bagian buah alpukat, manfaat buah alpukat, ciri-ciri pohon alpukat, bunga alpukat, tinggi pohon alpukat,Asaka farm,kampung asaka,asaka farm karyasari

1. SEJARAH SINGKAT

Tanaman alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon dengan nama alpuket

(Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), boah pokat, jamboo pokat (Batak),

advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat (Lampung) dan lain-lain.

Tanaman alpukat berasal dari dataran rendah/tinggi Amerika Tengah dan

diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Secara resmi antara tahun 1920-

1930 Indonesia telah mengintroduksi 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan

Amerika Serikat untuk memperoleh varietas-varietas unggul guna meningkatkan

kesehatan dan gizi masyarakat, khususnya di daerah dataran tinggi.



2. JENIS TANAMAN

Klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Ranales

Keluarga : Lauraceae

Marga : Persea

Varietas : Persea americana Mill

Berdasarkan sifat ekologis, tanaman alpukat terdiri dari 3 tipe keturunan/ras, yaitu:

TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Hal. 2/ 18

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340

Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

1) Ras Meksiko

Berasal dari dataran tinggi Meksiko dan Equador beriklim semi tropis dengan

ketinggian antara 2.400-2.800 m dpl. Ras ini mempunyai daun dan buahnya yang

berbau adas. Masa berbunga sampai buah bisa dipanen lebih kurang 6 bulan.

Buah kecil dengan berat 100-225 gram, bentuk jorong (oval), bertangkai pendek,

kulitnya tipis dan licin. Biji besar memenuhi rongga buah. Daging buah mempunyai

kandungan minyak/lemak yang paling tinggi. Ras ini tahan terhadap suhu dingin.

2) Ras Guatemala

Berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah beriklim sub tropis dengan ketinggian

sekitar 800-2.400 m dpl. Ras ini kurang tahan terhadap suhu dingin (toleransi

sampai -4,5 derajat C). Daunnya tidak berbau adas. Buah mempunyai ukuran

yang cukup besar, berat berkisar antara 200-2.300 gram, kulit buah tebal, keras,

mudah rusak dan kasar (berbintil-bintil). Masak buah antara 9-12 bulan sesudah

berbunga. Bijinya relatif berukuran kecil dan menempel erat dalam rongga,

dengan kulit biji yang melekat. Daging buah mempunyai kandungan minyak yang

sedang.

3) Ras Hindia Barat

Berasal dari dataran rendah Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang beriklim

tropis, dengan ketinggian di bawah 800 m dpl. Varietas ini sangat peka terhadap

suhu rendah, dengan toleransi sampai minus 2 derajat C. Daunnya tidak berbau

adas, warna daunnya lebih terang dibandingkan dengan kedua ras yang lain.

Buahnya berukuran besar dengan berat antara 400-2.300 gram, tangkai pendek,

kulit buah licin agak liat dan tebal. Buah masak 6-9 bulan sesudah berbunga. Biji

besar dan sering lepas di dalam rongga, keping biji kasar. Kandungan minyak dari

daging buahnya paling rendah.

Varietas-varietas alpukat di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

1) Varietas unggul

Sifat-sifat unggul tersebut antara lain produksinya tinggi, toleran terhadap hama

dan penyakit, buah seragam berbentuk oval dan berukuran sedang, daging buah

berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil melekat pada rongga biji, serta

kulit buahnya licin. Sampai dengan tanggal 14 Januari 1987, Menteri Pertanian

telah menetapkan 2 varietas alpukat unggul, yaitu alpukat ijo panjang dan ijo

bundar. Sifat-sifat kedua varietas tersebut antara lain:

a. Tinggi pohon: alpukat ijo panjang 5-8 m, alpukat ijo bundar 6-8 m.

b. Bentuk daun: alpukat ijo panjang bulat panjang dengan tepi rata, alpukat ijo

bundar bulat panjang dengan tepi berombak.

c. Berbuah: alpukat ijo panjang terus-menerus, tergantung pada lokasi dan

kesuburan lahan, alpukat ijo bundar terus-menerus, tergantung pada lokasi dan

kesuburan lahan.

d. Berat buah: alpukat ijo panjang 0,3-0,5 kg, alpukat ijo bundar 0,3-0,4 kg

TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Hal. 3/ 18

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340

Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

e. Bentuk buah: alpukat ijo panjang bentuk pear (pyriform), alpukat ijo bundar

lonjong (oblong).

f. Rasa buah: alpukat ijo panjang enak, gurih, agak lunak, alpukat ijo bundar

enak, gurih, agak kering.

g. Diameter buah: alpukat ijo panjang 6,5-10 cm (rata-rata 8 cm), alpukat ijo

bundar 7,5 cm.

h. Panjang buah: alpukat ijo panjang 11,5-18 cm (rata-rata 14 cm), alpukat ijo

bundar 9 cm.

i. Hasil: alpukat ijo panjang 40-80 kg /pohon/tahun (rata-rata 50 kg), alpukat ijo

bundar 20-60 kg/pohon/tahun (rata-rata 30 kg).

2) Varietas lain

Varietas alpukat kelompok ini merupakan plasma nutfah Instalasi Penelitian dan

Pengkajian Teknologi, Tlekung, Malang. Beberapa varietas alpukat yang terdapat

di kebun percobaan Tlekung, Malang adalah alpukat merah panjang, merah

bundar, dickson, butler, winslowson, benik, puebla, furete, collinson, waldin,

ganter, mexcola, duke, ryan, leucadia, queen dan edranol.

3. MANFAAT TANAMAN

Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya sebagai

makanan buah segar. Selain itu pemanfaatan daging buah alpukat yang biasa

dilakukan masyarakat Eropa adalah digunakan sebagai bahan pangan yang diolah

dalam berbagai masakan. Manfaat lain dari daging buah alpukat adalah untuk bahan

dasar kosmetik.

Bagian lain yang dapat dimanfaatkan adalah daunnya yang muda sebagai obat

tradisional (obat batu ginjal, rematik).

4. SENTRA PENANAMAN

Negara-negara penghasil alpukat dalam skala besar adalah Amerika (Florida,

California, Hawaii), Australia, Cuba, Argentina, dan Afrika Selatan. Dari tahun ke

tahun Amerika mempunyai kebun alpukat yang senantiasa meningkat.

Di Indonesia, tanaman alpukat masih merupakan tanaman pekarangan, belum

dibudidayakan dalam skala usahatani. Daerah penghasil alpukat adalah Jawa Barat,

Jawa Timur, sebagian Sumatera, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara.

5. SYARAT PERTUMBUHAN

5.1. Iklim

TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Hal. 4/ 18

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340

Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

1) Angin diperlukan oleh tanaman alpukat, terutama untuk proses penyerbukan.

Namun demikian angin dengan kecepatan 62,4-73,6 km/jam dapat dapat

mematahkan ranting dan percabangan tanaman alpukat yang tergolong lunak,

rapuh dan mudah patah.

2) Curah hujan minimum untuk pertumbuhan adalah 750-1000 mm/tahun. Ras

Hindia Barat dan persilangannya tumbuh dengan subur pada dataran rendah

beriklim tropis dengan curah hujan 2500 mm/tahun. Untuk daerah dengan curah

hujan kurang dari kebutuhan minimal (2-6 bulan kering), tanaman alpukat masih

dapat tumbuh asal kedalaman air tanah maksimal 2 m.

3) Kebutuhan cahaya matahari untuk pertumbuhan alpukat berkisar 40-80 %.

Untuk ras Meksiko dan Guatemala lebih tahan terhadap cuaca dingin dan iklim

kering, bila dibandingkan dengan ras Hindia Barat.

4) Suhu optimal untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara 12,8-28,3 derajat C.

Mengingat tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran

tinggi, tanaman alpukat dapat mentolerir suhu udara antara 15-30 derajat C atau

lebih. Besarnya suhu kardinal tanaman alpukat tergantung ras masing-masing,

antara lain ras Meksiko memiliki daya toleransi sampai –7 derajat C, Guatemala

sampai -4,5 derajat C, dan Hindia Barat sampai 2 derajat C.

5.2. Media Tanam

1) Tanaman alpukat agar tumbuh optimal memerlukan tanah gembur, tidak mudah

tergenang air, (sistem drainase/pembuangan air yang baik), subur dan banyak

mengandung bahan organik.

2) Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat adalah jenis tanah lempung

berpasir (sandy loam), lempung liat (clay loam) dan lempung endapan

(aluvial loam).

3) Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara pH

sedikit asam sampai netral, (5,6-6,4). Bila pH di bawah 5,5 tanaman akan

menderita keracunan karena unsur Al, Mg, dan Fe larut dalam jumlah yang cukup

banyak. Sebaliknya pada pH di atas 6,5 beberapa unsur fungsional seperti Fe,

Mg, dan Zn akan berkurang.

5.3. Ketinggian Tempat

Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran

tinggi, yaitu 5-1500 m dpl. Namun tanaman ini akan tumbuh subur dengan hasil yang

memuaskan pada ketinggian 200-1000 m dpl. Untuk tanaman alpukat ras Meksiko

dan Guatemala lebih cocok ditanam di daerah dengan ketinggian 1000-2000 m dpl.,

sedangkan ras Hindia Barat pada ketinggian 5-1000 m dpl.

TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Hal. 5/ 18

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340

Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

6. PEDOMAN BUDIDAYA

6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Bibit

Bibit yang baik antara lain yang berasal dari

a) Buah yang sudah cukup tua.

b) Buahnya tidak jatuh hingga pecah.

c) Pengadaan bibit lebih dari satu jenis untuk menjamin kemungkinan adanya

persarian bersilang.

2) Penyiapan Bibit

Sampai saat ini bibit alpukat hanya dapat diperoleh secara generatif (melalui biji)

dan vegetatif (penyambungan pucuk/enten dan penyambungan mata/okulasi).

Dari ketiga cara itu, bibit yang diperoleh dari biji kurang menguntungkan karena

tanaman lama berbuah (6-8 tahun) dan ada kemungkinan buah yang dihasilkan

berbeda dengan induknya. Sedangkan bibit hasil okulasi maupun enten lebih

cepat berbuah (1-4 tahun) dan buah yang didapatkannya mempunyai sifat yang

sama dengan induknya.

3) Teknik Penyemaian Bibit

a) Penyambungan pucuk (enten)

Pohon pokok yang digunakan untuk enten adalah tanaman yang sudah

berumur 6-7 bulan/dapat juga yang sudah berumur 1 tahun, tanaman berasal

dari biji yang berasal dari buah yang telah tua dan masak, tinggi 30 cm/kurang,

dan yang penting jaringan pada pangkal batang belum berkayu. Sebagai

cabang sambungannya digunakan ujung dahan yang masih muda dan

berdiameter lebih kurang 0,7 cm. Dahan tersebut dipotong miring sesuai

dengan celah yang ada pada pohon pokok sepanjang lebih kurang 10 cm,

kemudian disisipkan ke dalam belahan di samping pohon pokok yang

diikat/dibalut. Bahan yang baik untuk mengikat adalah pita karet, plastik,

rafia/kain berlilin. Sebaiknya penyambungan pada pohon pokok dilakukan

serendah mungkin supaya tidak dapat kuncup pada tanaman pokok.

Enten-enten yang telah disambung diletakkan di tempat teduh, tidak berangin,

dan lembab. Setiap hari tanaman disiram, dan untuk mencegah serangan

penyakit sebaiknya tanaman disemprot fungisida. Pada musim kering hama

TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Hal. 6/ 18

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340

Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

tungau putih sering menyerang, untuk itu sebaiknya dicegah dengan semprotan

kelthane.

Bibit biasanya sudah dapat dipindahkan ke kebun setelah berumur 9-16 bulan,

dan pemindahannya dilakukan pada saat permulaan musim hujan

b) Penyambungan mata (okulasi)

Pembuatan bibit secara okulasi dilakukan pada pohon pangkal berumur 8-10

bulan. Sebagai mata yang akan diokulasikan diambil dari dahan yang sehat,

dengan umur 1 tahun, serta matanya tampak jelas. Waktu yang paling baik

untuk menempel yaitu pada saat kulit batang semai mudah dilepaskan dari

kayunya. Caranya adalah kulit pohon pokok disayat sepanjang 10 cm dan

lebarnya 8 mm. Kulit tersebut dilepaskan dari kayunya dan ditarik ke bawah lalu

dipotong 6 cm. Selanjutnya disayat sebuah mata dengan sedikit kayu dari

cabang mata (enthout), kayu dilepaskan pelan-pelan tanpa merusak mata. Kulit

yang bermata dimasukkan di antara kulit dan kayu yang telah disayat pada

pohon pokok dan ditutup lagi, dengan catatan mata jangan sampai tertutup.

Akhirnya balut seluruhnya dengan pita plastik. Bila dalam 3-5 hari matanya

masih hijau, berarti penempelan berhasil.

Selanjutnya 10-15 hari setelah penempelan, tali plastik dibuka. Batang pohon

pokok dikerat melintang sedalam setengah diameternya, kira-kira 5-7,5 cm di

atas okulasi, lalu dilengkungkan sehingga pertumbuhan mata dapat lebih cepat.

Setelah batang yang keluar dari mata mencapai tinggi 1 m, maka bagian pohon

pokok yang dilengkungkan dipotong tepat di atas okulasi dan lukanya diratakan,

kemudian ditutup dengan parafin yang telah dicairkan. Pohon okulasi ini dapat

dipindahkan ke kebun setelah berumur 8-12 bulan dan pemindahan yang paling

baik adalah pada saat permulaan musim hujan.

Dalam perbanyakan vegetatif yang perlu diperhatikan adalah menjaga

kelembaban udara agar tetap tinggi (+ 80%) dan suhu udara di tempat

penyambungan jangan terlalu tinggi (antara 15-25 derajat C). Selain itu juga

jangan dilakukan pada musim hujan lebat serta terlalu banyak terkena sinar

matahari langsung. Bibit yang berupa sambungan perlu disiram secara rutin

dan dipupuk 2 minggu sekali. Pemupukan bisa bersamaan dengan penyiraman,

yaitu dengan melarutkan 1-1,5 gram urea/NPK ke dalam 1 liter air. Pupuk daun

bisa juga diberikan dengan dosis sesuai anjuran dalam kemasan. Sedangkan

pengendalian hama dan penyakit dilakukan bila perlu saja.

6.2. Pengolahan Media Tanam

Lahan untuk tanaman alpukat harus dikerjakan dengan baik; harus bersih dari

pepohonan, semak belukar, tunggul-tunggul bekas tanaman, serta batu-batu yang

mengganggu. Selanjutnya lahan dicangkul dalam atau ditraktor, lalu dicangkul halus

2-3 kali. Pengerjaan lahan sebaiknya dilakukan saat musim kering sehingga

penanaman nantinya dapat dilakukan pada awal atau saat musim hujan.

TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Hal. 7/ 18

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340

Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

6.3. Teknik Penanaman

1) Pola Penanaman

Pola penanaman alpukat sebaiknya dilakukan secara kombinasi antara varietasvarietasnya. Hal ini mengingat bahwa kebanyakan varietas tanaman alpukat tidak

dapat melakukan penyerbukan sendiri, kecuali varietas ijo panjang yang memiliki

tipe bunga A. Ada 2 tipe bunga dari beberapa varietas alpukat di Indonesia, yaitu

tipe A dan tipe B. Varietas yang tergolong tipe bunga A adalah ijo panjang, ijo

bundar, merah panjang, merah bundar, waldin, butler, benuk, dickinson, puebla,

taft, dan hass. Sedangkan yang tergolong tipe B adalah collinson, itszamma,

winslowsaon, fuerte, lyon, nabal, ganter, dan queen. Penyerbukan silang hanya

terjadi antara kedua tipe bunga. Oleh karena itu, penanaman alpukat dalam suatu

lahan harus dikombinasi antara varietas yang memiliki tipe bunga A dan tipe

bunga B sehingga bunga-bunganya saling menyerbuki satu sama lain.

2) Pembuatan Lubang Tanam

a) Tanah digali dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi masing-masing 75 cm.

Lubang tersebut dibiarkan terbuka selama lebih kurang 2 minggu.

b) Tanah bagian atas dan bawah dipisahkan.

c) Lubang tanam ditutup kembali dengan posisi seperti semula. Tanah bagian

atas dicampur dulu dengan 20 kg pupuk kandang sebelum dimasukkan ke

dalam lubang.

d) Lubang tanam yang telah tertutup kembali diberi ajir untuk memindahkan

mengingat letak lubang tanam.

3) Cara Penanaman

Waktu penanaman yang tepat adalah pada awal musim hujan dan tanah yang ada

dalam lubang tanam tidak lagi mengalami penurunan. Hal yang perlu diperhatikan

adalah tanah yang ada dalam lubang tanam harus lebih tinggi dari tanah

sekitarnya. Hal ini untuk menghindari tergenangnya air bila disirami atau turun

hujan. Langkah-langkah penanaman adalah sebagai berikut:

a) Lubang tanam yang telah ditutup, digali lagi dengan ukuran sebesar wadah

bibit.

b) Bibit dikeluarkan dari keranjang atau polibag dengan menyayatnya agar

gumpalan tanah tetap utuh.

c) Bibit beserta tanah yang masih menggumpal dimasukkan dalam lubang setinggi

leher batang, lalu ditimbun dan diikatkan ke ajir.

TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Hal. 8/ 18

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340

Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

d) Setiap bibit sebaiknya diberi naungan untuk menghindari sinar matahari secara

langsung, terpaan angin, maupun siraman air hujan. Naungan tersebut dibuat

miring dengan bagian yang tinggi di sebelah timur. Peneduh ini berfungsi

sampai tumbuh tunas-tunas baru atau lebih kurang 2-3 minggu.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyiangan

Gulma banyak tumbuh di sekitar tanaman karena di tempat itu banyak terdapat

zat hara. Selain merupakan saingan dalam memperoleh makanan, gulma juga

merupakan tempat bersarangnya hama dan penyakit. Oleh karena itu, agar

tanaman dapat tumbuh dengan baik maka gulma-gulma tersebut harus disiangi

(dicabut) secara rutin.

2) Penggemburan Tanah

Tanah yang setiap hari disiram tentu saja akan semakin padat dan udara di

dalamnya semakin sedikit. Akibatnya akar tanaman tidak dapat leluasa menyerap

unsur hara. Untuk menghindarinya, tanah di sekitar tanaman perlu digemburkan

dengan hati-hati agar akar tidak putus.

3) Penyiraman

Bibit yang baru ditanam memerlukan banyak air, sehingga penyiraman perlu

dilakukan setiap hari. Waktu yang tepat untuk menyiram adalah pagi/sore hari,

dan bila hari hujan tidak perlu disiram lagi.

4) Pemangkasan Tanaman

Pemangkasan hanya dilakukan pada cabang-cabang yang tumbuh terlalu rapat

atau ranting-ranting yang mati. Pemangkasan dilakukan secara hati-hati agar luka

bekas pemangkasan terhindar dari infeksi penyakit dan luka bekas pemangkasan

sebaiknya diberi fungisida/penutup luka.

5) Pemupukan

Dalam pembudidayaan tanaman alpukat diperlukan program pemupukan yang

baik dan teratur. Mengingat sistem perakaran tanaman alpukat, khususnya akarakar rambutnya, hanya sedikit dan pertumbuhannya kurang ekstensif maka pupuk

harus diberikan agak sering dengan dosis kecil.

Jumlah pupuk yang diberikan tergantung pada umur tanaman. Bila program

pemupukan tahunan menggunakan pupuk urea (45% N), TSP (50% P), dan KCl

TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Hal. 9/ 18

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340

Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

(60% K) maka untuk tanaman berumur muda (1-4 tahun) diberikan urea, TSP, dan

KCl masing-masing sebanyak 0,27-1,1 kg/pohon, 0,5-1 kg/pohon dan 0,2-0,83

kg/pohon. Untuk tanaman umur produksi (5 tahun lebih) diberikan urea, TSP, dan

KCl masing-masing sebanyak 2,22-3,55 kg/pohon, 3,2 kg/pohon, dan 4 kg/pohon.

Pupuk sebaiknya diberikan 4 kali dalam setahun.

Mengingat tanaman alpukat hanya mempunyai sedikit akar rambut, maka

sebaiknya pupuk diletakkan sedekat mungkin dengan akar. Caranya dengan

menanamkan pupuk ke dalam lubang sedalam 30-40 cm, di mana lubang tersebut

dibuat tepat di bawah tepi tajuk tanaman, melingkari tanaman.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Hama pada Daun

1) Ulat kipat (Cricula trisfenestrata Helf)

Ciri: Panjang tubuh 6 cm, berwarna hitam bercak-bercak putih dan dipenuhi

rambut putih. Kepala dan ekor berwarna merah menyala. Gejala: Daun-daun tidak

utuh dan terdapat bekas gigitan. Pada serangan yang hebat, daun habis sama

sekali tetapi tanaman tidak akan mati, dan terlihat kepompong bergelantungan.

Pengendalian: Menggunakan insektisida yang mengandung bahan aktif

monokrotofos atau Sipermetein, misal Cymbush 50 EC dengan dosis 1-3 cc/liter

atau Azodrin 15 WSC dengan dosis 2-3 cc/liter.

2) Ulat kupu-kupu gajah (Attacus atlas L.)

Ciri: Sayap kupu-kupu dapat mencapai ukuran 25 cm dengan warna coklat

kemerahan dan segitiga tansparan. Ulat berwarna hijau tertutup tepung putih,

panjang 15 cm dan mempunyai duri yang berdaging. Pupa terdapat di dalam

kepompong yang berwarna coklat. Gejala: Sama dengan gejala serangan ulat

kipat, tetapi kepompong tidak bergelantungan melainkan terdapat di antara daun.

Pengendalian: Sama dengan pemberantasan ulat kipat.

3) Aphis gossypii Glov/A. Cucumeris, A. cucurbitii/Aphis kapas.

Ciri: Warna tubuh hijau tua sampai hitam atau kunig coklat. Hama ini

mengeluarkan embun madu yang biasanya ditumbuhi cendawan jelaga sehingga

daun menjadi hitam dan semut berdatangan. Gejala: Pertumbuhan tanaman

terganggu. Pada serangan yang hebat tanaman akan kerdil dan terpilin.

Pengendalian: Disemprot dengan insektisida berbahan aktif asefat/dimetoat,

misalnya Orthene 75 SP dengan dosis 0,5-0,8 gram/liter atau Roxion 2 cc/liter.

4) Kutu dompolan putih (Pseudococcus citri Risso)/Planococcus citri Risso

TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Hal. 10/ 18

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340

Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

Ciri: Bentuk tubuh elips, berwarna coklat kekuningan sampai merah oranye,

tertutup tepung putih, ukuran tubuh 3 mm, mempunyai tonjolan di tepi tubuh

dengan jumlah 14-18 pasang dan yang terpanjang di bagian pantatnya. Gejala:

Pertumbuhan tanaman terhambat dan kurus. Tunas muda, daun, batang, tangkai

bunga, tangkai buah, dan buah yang terserang akan terlihat pucat, tertutup massa

berwarna putih, dan lama kelamaan kering. Pengendalian: Disemprot dengan

insektisida yang mengandung bahan aktif formotion, monokrotofos, dimetoat, atau

karbaril. Misalnya anthion 30 EC dosis 1-1,5 liter/ha, Sevin 85 S dosis 0,2% dari

konsentrasi fomula.

5) Tungau merah (Tetranychus cinnabarinus Boisd)

Ciri: Tubuh tungau betina berwarna merah tua/merah kecoklatan, sedangkan

tungau jantan hijau kekuningan/kemerahan. Terdapat beberapa bercak hitam, kaki

dan bagian mulut putih, ukuran tubuh 0,5 mm. Gejala: Permukaan daun berbintikbintik kuning yang kemudian akan berubah menjadi merah tua seperti karat. Di

bawah permukaan daun tampak anyaman benang yang halus. Serangan yang

hebat dapat menyebabkan daun menjadi layu dan rontok. Pengendalian:

Disemprot dengan akarisida Kelthan MF yang mengandung bahan aktif

dikofoldan, dengan dosis 0,6-1 liter/ha.

7.2. Hama pada Buah

1) Lalat buah Dacus (Dacus dorsalis Hend.)

Ciri: Ukuran tubuh 6 - 8 mm dengan bentangan sayap 5 - 7 mm. Bagian dada

berwarna coklat tua bercak kuning/putih dan bagian perut coklat muda dengan

pita coklat tua. Stadium larva berwarna putih pada saat masih muda dan

kekuningan setelah dewasa, panjang tubuhnya 1 cm. Gejala: Terlihat bintik

hitam/bejolan pada permukaan buah, yang merupakan tusukan hama sekaligus

tempat untuk meletakkan telur. Bagian dalam buah berlubang dan busuk karena

dimakan larva. Pengendalian: Dengan umpan minyak citronella/umpan protein

malation akan mematikan lalat yang memakannya. Penyemprotan insektisida

dapat dilakukan antara lain dengan Hostathion 40 EC yang berbahan aktif

triazofos dosis 2 cc/liter dan tindakan yang paling baik adalah memusnahkan

semua buah yang terserang atau membalik tanah agar larva terkena sinar

matahari dan mati.

2) Codot (Cynopterus sp)

Ciri: Tubuh seperti kelelawar tetapi ukurannya lebih kecil menyerang buahbuahan pada malam hari. Gejala: Terdapat bagian buah yang berlubang bekas

gigitan. Buah yang terserang hanya yang telah tua, dan bagian yang dimakan

adalah daging buahnya saja. Pengendalian: Menangkap codot menggunakan

TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Hal. 11/ 18

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340

Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

jala/menakut-nakutinya menggunakan kincir angin yang diberi peluit sehingga

dapat menimbulkan suara.

7.3. Hama pada Cabang/Ranting

1) Kumbang bubuk cabang (Xyleborus coffeae Wurth / Xylosandrus morigerus Bldf).

Ciri: Kumbang yang lebih menyukai tanaman kopi ini berwarna coklat tua dan

berukuran 1,5 mm. Larvanya berwarna putih dan panjangnya 2 mm. Gejala:

Terdapat lubang yang menyerupai terowongan pada cabang atau ranting.

Terowongan itu dapat semakin besar sehingga makanan tidak dapat tersalurakan

ke daun, kemudian daun menjadi layu dan akhirnya cabang atau ranting tersebut

mati. Pengendalian: Cabang/ranting yang terserang dipangkas dan dibakar.

Dapat juga disemprot insektisida berbahan aktif asefat atau diazinon yang

terkandung dalam Orthene 75 SP dengan dosis pemberian 0,5-0,8 gram/liter dan

Diazinon 60 EC dosis 1-2 cc/liter.

7.4. Penyakit yang disebabkan Jamur

1) Antraknosa

Penyebab: Jamur Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) sacc. Yang mempunyai

miselium berwarna cokleat hijau sampai hitam kelabu dan sporanya berwarna

jingga. Gejala: Penyakit ini menyerang semua bagian tanaman, kecuali akar.

Bagian yang terinfeksi berwarna cokelat karat, kemudian daun, bunga,

buah/cabang tanaman yang terserang akan gugur. Pengendalian: Pemangkasan

ranting dan cabang yang mati. Penelitian buah dilakukan agak awal (sudah tua

tapi belum matang). Dapat juga disemprot dengan fungisida yang berbahan aktif

maneb seperti pada Velimex 80 WP. Fungisida ini diberikan 2 minggu sebelum

pemetikan dengan dosis 2-2,5 gram/liter.

2) Bercak daun atau bercak cokelat

Penyebab: cercospora purpurea Cke./dikenal juga dengan Pseudocercospora

purpurea (Cke.) Derghton. Jamur ini berwarna gelap dan menyukai tempat

lembab. Gejala: bercak cokelat muda dengan tepi cokelat tua di permukaan daun

atau buah. Bila cuaca lembab, bercak cokelat berubah menjadi bintik-bintik

kelabu. Bila dibiarkan, lama-kelamaan akan menjadi lubang yang dapat dimasuki

organisme lain. Pengendalian: Penyemprotan fungisida Masalgin 50 WP yang

mengandung benomyl, dengan dosis 1-2 gram/liter atau dapat juga dengan

mengoleskan bubur Bordeaux.

3) Busuk akar dan kanker batang

Penyebab: Jamur Phytophthora yang hidup saprofit di tanah yang mengandung

bahan organik, menyukai tanah basah dengan drainase jelek. Gejala: Bila

TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Hal. 12/ 18

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340

Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

tanaman yang terserang akarnya maka pertumbuhannya menjadi terganggu,

tunas mudanya jarang tumbuh. Akibat yang paling fatal adalah kematian pohon.

Bila batang tanaman yang terserang maka akan tampak perubahan warna kulit

pada pangkal batang. Pengendalian: drainase perlu diperbaiki, jangan sampai

ada air yang menggenang/dengan membongkar tanaman yang terserang

kemudian diganti dengan tanaman yang baru.

4) Busuk buah

Penyebab: Botryodiplodia theobromae pat. Jamur ini menyerang apabila ada luka

pada permukaan buah. Gejala: Bagian yang pertama kali diserang adalah ujung

tangkai buah dengan tanda adanya bercak cokelat yang tidak teratur, yang

kemudian menjalar ke bagian buah. Pada kulit buah akan timbul tonjolan-tonjolan

kecil. Pengendalian: Oleskan bubur Bordeaux/ semprotkan fungisida Velimex 80

WP yang berbahan aktif Zineb, dengan dosis 2-2,5 gram/liter.

8. PANEN

8.1. Ciri dan Umur Panen

Ciri-ciri buah yang sudah tua tetapi belum masak adalah:

a) warna kulit tua tetapi belum menjadi cokelat/merah dan tidak mengkilap;

b) bila buah diketuk dengan punggung kuku, menimbulkan bunyi yang nyaring;

c) bila buah digoyang-goyang, akan terdengar goncangan biji.

Penetapan tingkat ketuaan buah tersebut memerlukan pengalaman tersendiri.

Sebaiknya perlu diamati waktu bunga mekar sampai enam bulan kemudian, karena

buah alpukat biasanya tua setelah 6-7 bulan dari saat bunga mekar. Untuk

memastikannya, perlu dipetik beberapa buah sebagai contoh. Bila buah-buah contoh

tersebut masak dengan baik, tandanya buah tersebut telah tua dan siap dipanen.

8.2. Cara Panen

Umumnya memanen buah alpukat dilakukan secara manual, yaitu dipetik

menggunakan tangan. Apabila kondisi fisik pohon tidak memungkinkan untuk

dipanjat, maka panen dapat dibantu dengan menggunakan alat/galah yang diberi

tangguk kain/goni pada ujungnya/tangga. Saat dipanen, buah harus dipetik/dipotong

bersama sedikit tangkai buahnya (3-5 cm) untuk mencegah memar, luka/infeksi pada

bagian dekat tangkai buah.

8.3. Periode Panen

Biasanya alpukat mengalami musim berbunga pada awal musim hujan, dan musim

berbuah lebatnya biasanya pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Di

TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Hal. 13/ 18

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340

Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

Indonesia yang keadaan alamnya cocok untuk pertanaman alpukat, musim panen

dapat terjadi setiap bulan.

8.4. Prakiraan Produksi

Produksi buah alpukat pada pohon-pohon yang tumbuh dan berbuah baik dapat

mencapai 70-80 kg/pohon/tahun. Produksi rata-rata yang dapat diharapkan dari

setiap pohon berkisar 50 kg.

9. PASCAPANEN

9.1. Pencucian

Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan segala macam kotoran yang

menempel sehingga mempermudah penggolongan/penyortiran. Cara pencucian

tergantung pada kotoran yang menempel.

9.2. Penyortiran

Penyortiran buah dilakukan sejak masih berada di tingkat petani, dengan tujuan

memilih buah yang baik dan memenuhi syarat, buah yang diharapkan adalah yang

memiliki ciri sebagai berikut:

1. Tidak cacat, kulit buah harus mulus tanpa bercak.

2. Cukup tua tapi belum matang.

3. Ukuran buah seragam. Biasanya dipakai standar dalam 1 kg terdiri dari 3 buah

atau berbobot maksimal 400 g.

4. Bentuk buah seragam. Pesanan paling banyak adalah yang berbentuk lonceng.

Buah yang banyak diminta importir untuk konsumen luar negeri adalah buah alpukat

yang dagingnya berwarna kuning mentega tanpa serat. Sedangkan untuk memenuhi

kebutuhan dalam negeri, semua syarat tadi tidak terlalu diperhitungkan.

9.3. Pemeraman dan Penyimpanan

Alpukat baru dapat dikonsumsi bila sudah masak. Untuk mencapai tingkat kemasan

ini diperlukan waktu sekitar 7 hari setelah petik (bila buah dipetik pada saat sudah

cukup ketuaannya). Bila tenggang waktu tersebut akan dipercepat, maka buah harus

diperam terlebih dulu. Untuk keperluan ekspor, tidak perlu dilakukan pemeraman

karena tenggang waktu ini disesuaikan dengan lamanya perjalanan untuk sampai di

tempat tujuan.

TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Hal. 14/ 18

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340

Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

Cara pemeraman alpukat masih sangat sederhana. Pada umumnya hanya dengan

memasukkan buah ke dalam karung goni, kemudian ujungnya diikat rapat. Setelah

itu karung diletakkan di tempat yang kering dan bersih.

Karena alpukat mempunyai umur simpan hanya sampai sekitar 7 hari (sejak petik

sampai siap dikonsumsi), maka bila ingin memperlambat umur simpan tersebut

dapat dilakukan dengan menyimpannya dalam ruangan bersuhu 5 derajat C. Dengan

cara tersebut, umur penyimpanan dapat diperlambat samapai 30-40 hari.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

Kemasan adalah wadah/tempat yang digunakan untuk mengemas suatu komoditas.

Kemasan untuk pasar lokal berbeda dengan yang untuk diekspor. Untuk pemasaran

di dalam negeri, buah alpukat dikemas dalam karung-karung plastik/keranjang, lalu

diangkut dengan menggunakan truk. Sedangkan kemasan untuk ekspor berbeda

lagi, yaitu umumnya menggunakan kotak karton berkapasitas 5 kg buah alpukat.

Sebelum dimasukkan ke dalam kotak karton, alpukat dibungkus kertas tissue,

kemudian diatur sususannya dengan diselingi penyekat yang terbuat dari potongan

karton.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

10.1 Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya tanaman alpukat dengan luas lahan 1 hektar selama 10

tahun di daerah Jawa Barat pada tahun 1999.

1) Biaya produksi

1. Bibit okulasi: 121 batang @ Rp.10.000,- Rp. 1.210.000,-

2. Pupuk

- Pupuk kandang 3 ton@ Rp. 150.000,-/ton Rp. 450.000,-

- Urea

Tahun ke-1-4, 1.936 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 2.904.000,-

Tahun ke-5-10, 9.801 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 14.701.500,-

- TSP

Tahun ke-1-4, 1.936 kg @ Rp. 1.600,- Rp. 3.097.600,-

Tahun ke-5-10, 9.317 kg @ Rp.1.600,- Rp. 14.907.200,-

- KCl

Tahun ke-1-4, 1.694 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 2.795.100,-

Tahun ke-5-10, 11.616 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 19.166.400,-

4. Pestisida dan fungisida Rp. 240.000,-

5. Peralatan

- Cangkul Rp. 70.000,-

- Sprayer Rp. 250.000,-

TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Hal. 15/ 18

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340

Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

6. Tenaga kerja

- Pembajakan lahan dan pupuk dasar (borongan) Rp. 400.000,-

- Penyiraman 15 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 105.000,-

- Pemangkasan 4 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 28.000,-

- Pembuatan lubang tanam 15 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 105.000,-

- Penanaman 7 HOK @ RP. 7.000,- Rp. 49.500,-

- Penyiangan 20 HOK/tahun @ Rp. 7.000,- Rp. 1.400.000,-

- Pemupukan 10 HOK/tahun @ Rp. 7.000,- Rp. 700.000,-

- Perlindungan tanaman 4HOK/tahun @ Rp. 7.000,- Rp. 280.000,-

7. Panen dan pascapanen

Tahun ke-4, 18 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 126.000,-

Tahun ke-5, 22 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 154.000,-

Tahun ke-6, 35 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 245.000,-

Tahun ke-7, 48 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-

Tahun ke-8, 48 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-

Tahun ke-9, 48 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-

Tahun ke-10, 48HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-

Jumlah biaya produksi dalam 10 tahun Rp. 64.841.300,-

2) Pendapatan

1. Tahun ke-4, 3.300 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 11.550.000,-

2. Tahun ke-5, 6.500 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 22.750.000,-

3. Tahun ke-6, 9.800 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 34.300.000,-

4. Tahun ke-7, 12.000 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 42.000.000,-

5. Tahun ke-8, 12.200 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 42.700.000,-

6. Tahun ke-9, 12.500 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 43.750.000,-

7. Tahun ke-10, 12.500 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 43.750.000,-

Jumlah pendapatan dalam 10 tahun Rp.240.800.000,-

3) Keuntungan dalam 10 tahun Rp.175.958.700,-

Tanaman alpukat yang berasal dari bibit okulasi atau sambung akan mulai berbuah

pada umur 4 tahun dengan produksi 3.300 kg/ha. Produksi ini akan terus bertambah

hingga mencapai kestabilan pada tahun ke-7 (panen keempat) dengan jumlah

produksi rata-rata 12.000 kg/ha. Keuntungan baru dapat diperoleh pada panen

kedua (tahun ke-5) dan akan stabil pada panen keempat (tahun ke-7). Namun

analisis tersebut belum termasuk biaya sewa tanah.

10.2 Gambaran Peluang Agribisnis

Walaupun keuntungan bertanam alpukat di Indonesia belum begitu bisa dirasakan

karena pengelolaannya tidak intensif, namun karena permintaannya naik maka

pertanaman alpukat dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Prospek ke depan

bisnis alpukat semakin cerah sehubungan dengan semakin terbukanya peluang

pasar. Tetapi sayangnya masih banyak wilayah yang merupakan sentra produksi

TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Hal. 16/ 18

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340

Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

belum tergali, sehingga kesulitan mendapatkan buah masih tetap dirasakan oleh

para pedagang, baik di pasar lokal maupun eksportir.

Alpukat merupakan salah satu jenis buah bergizi tinggi yang semakin banyak

diminati. Hal ini terlihat dari banyaknya permintaan alpukat di pasaran. Sebagai

contoh, seorang grosir membutuhkan alpukat 12-20 ton/minggu untuk pedagang

pengecer di Bogor.

Selain di pasar lokal, pasar luar negeri pun berhasil ditembusnya. Mula-mula hanya

Singapura dan Belanda, kemudian menyusul Saudi Arabia, Perancis, dan Brunei

Darussalam. Impor Perancis pada tahun 1989 sebanyak 3.790 kg dengan nilai 379

US$, dan pada tahun 1990 meningkat menjadi 5.749 kg dengan nilai 10.876 US$.

Situasi harga di tingkat petani memang relatif bervariasi dibandingkan dengan di

tingkat pengecer. Harga setiap kilogram di tingkat petani di daerah Garut pada tahun

1991 berkisar antara Rp 200,- sampai Rp 600,-. Seangkan di tingkat pengecer

biasanya lebih stabil, dan harga bisa mencapai Rp 700,- sampai Rp 1.750,-/kg.

Adanya perbedaan harga yang cukup besar tersebut antara lain disebabkan karena

di tingkat pengecer risiko kerusakannya lebih tinggi.

11. STANDAR PRODUKSI

11.1.Ruang Lingkup

Standar produksi ini meliputi: syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan

contoh dan cara pengemasan.

11.2.Diskripsi

Alpukat adaalah buah tanaman apaokat (Persea Americana MILL) dalam keadaan

cukup tua, utuh, segar dan bersih.

11.3.Klasifikasi dan Standar Mutu

Alpokat digolongkan dalam 3 macam ukuran berdasarkan berat, yaitu:

a) Alpokat besar : 451-550 gram/buah

b) Alpokat sedang : 351-450 gram/buah

c) Alpokat kecil : 250-350 gram/buah

Sedangkan syarat mutu adalah sebagai berikut:

a) Kesamaan sifat varietas: mutu I seragam; mutu II seragam; cara pengujian

organoleptik

b) Tingkat ketuaan: mutu I tua tapi tidak terlalu matang; mutu II tua tapi tidak terlalu

matang; cara pengijian organoleptik

TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Hal. 17/ 18

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340

Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

c) Bentuk: mutu I normal; mutu II kurang normal; cara pengujian organoleptik

d) Kekerasan: mutu I keras; mutu II keras; cara pengujian Organoleptik

e) Ukuran: mutu I seragam; mutu II kurang seragam; cara pengujian SP-SMP-309-

1981

f) Kerusakan (bobot/bobot): mutu I maks 5%; mutu II 10%; cara pengujian SP-SMP310-1981

g) Busuk (bobot/bobot): mutu I maks 1%; mutu II 2%; cara pengujian SP-SMP-311-

1981

h) Kotoran: mutu I bebas; mutu II bebas; cara pengujian organoleptik

11.5.Pengambilan Contoh

Setiap kemasan diambil contohnya sebanyak 3 kg dari bagian atas, tengah dan

bawah. Contoh tersebut dicampur merata tanpa menimbulkan kerusakan, kemudian

dibagi 4 dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali

sampai contoh mencapai 3 kg untuk dianalisa.

a) Jumlah kemasan dalam partai: 1 sampai 100, minimum jumlah contoh yang

diambil 5.

b) Jumlah kemasan dalam partai: 101 sampai 300, minimum jumlah contoh yang

diambil 7.

c) Jumlah kemasan dalam partai: 301 sampai 500, minimum jumlah contoh yang

diambil 9.

d) Jumlah kemasan dalam partai: 501 sampai 1000, minimum jumlah contoh yang

diambil 10.

e) Jumlah kemasan dalam partai: lebih dari 1000, minimum jumlah contoh yang

diambil 15.

Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang

berpengalaman/dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu badan

hukum.

11.6.Pengemasan

Buah alpukat disajikan dalam bentuk utuh dan segar, dikemas dalam keranjang

bambu/bahan lain yang sesuai dengan/tanpa bahan penyekat, ditutup dengan

anyaman bambu/bahan lain, kemudian diikat dengan tali bambu/bahan lain. Isi

kemasan tidak melebihi permukaan kemasan dengan berat bersih maksimum 20 kg.

Di bagian luar kemasan diberi label yang bertuliskan antara lain: nama barang,

golongan ukuran, jenis mutu, daerah asal, nama/kode perusahaan/eksportir, berat

bersih, hasil Indonesia dan tempat/negara tujuan.

12. DAFTAR PUSTAKA

TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Hal. 18/ 18

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340

Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

1) Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi (1978). "Pedoman penanaman jenis

tanaman hortikultura dan rerumputan". Jakarta: Direktorat Reboisasi dan

Rehabilitasi, Departemen pertanian.

2) Hodson, R.W. (1950). "The avocado a gift from the middle Americas". Economic

Botany, (4) hal. 253

3) Indriani, Y. Hetty; Suminarsih, Emi (1997). "Alpukat". Jakarta: Penebar Swadaya.

96 hal.

4) Kalie, Moehd. Baga (1997). "Alpukat: budidaya dan pemanfaatannya".

Yogyakarta: Kanisius. 112 hal.

5) Lawrence, G.H.M. (1951). "Taxonomy of vasculer plants" New York: The Mac

Millan Company. 512 hal.

6) Mardisiswojo, S.; Mangunsudarso, H.R. (1968). "Cabe puyang warisan nenek

moyang" jilid III, Jakarta: Karya Wreda. Hal. 24.

7) Ochse, J.J. (1931). "Fruit an fruits culture in the Dutch East Indies". Batavia: G.

Kolff and Co. 55 hal.

8) Ochse, J.J. (1961). "Tropical and subtropicak agriculture". Vol. I. New York : The

Mac Millan Company, 617 hal.

9) Palmer, D.F. (1937). "Avocado fertilization. Cal. Avocado Ass'n. 20th ed., Coit, J.E.

(ed.), Year Book. 235 hal.

10) Purseglove, J.W. (1974). "Tropical crops dicotyledons". London: Longman. 192

hal.

11) Rismunandar (1981). "Memperbaiki lingkungan dengan bercocok tanam jambu

mede dan alpukat". Bandung: Sinar Baru 39 hal.

12) Sunaryo, H.; Rismunandar (1981). "Pengantar pengetahuan dasar hortikultura".

I. Bandung: Sinar Baru. 31 hal.

13) Supriyanto, Arry (1989). "Bibit alpukat sambung dini." Trubus, (Nov.) hal. 192.

14) Tohir, K.A. (1978). "Tropical agriculture. The climate, soils, cultural methods,

crops, live stock, commercial importance and opportunities of tropics". New York:

D. Appleton and company, 112 hal.

15) Wirasmanto (1971). "Penggunaan alpukat". Warta Pertanian (10) hal. 19.

16) Zentmeyer, G.A. (1953). "Diseases of the avocado". Dalam: The year book of

agriculture United States Departement of Agriculture, Washington, D.C., hal. 875

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS

Editor : Kemal Prihatman

pohon alpukat, pohon alpukat mentega, nama daerah alpukat, bagian bagian buah alpukat, manfaat buah alpukat, ciri-ciri pohon alpukat, bunga alpukat, tinggi pohon alpukat,Asaka farm,kampung asaka,asaka farm karyasari